Keberhasilan Desa Kaliwungu Lor mengembangkan irigasi surya menginspirasi desa lain di Purworejo.
Di Desa Krandegan, Kecamatan Bayan, petani membikin prototipe panel surya dan pompa air.
Sebelum membuat prototipe, Krandegan meriset lebih dulu. Digandenglah UIN Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru dan BMKG Yogyakarta untuk membuat kajian.
“Dari hasil kajian teknis, radiasi sinar matahari di desa kami sangat baik. Pompa tenaga surya akan bekerja semakin maksimal justru saat musim kemarau, ketika sawah tidak ada air,” kata Dwinanto, Kepala Desa Krandegan.
Kajian itu menyebutkan, radiasi matahari harian di Krandegan rata-rata 4,9 kwh/m2 per hari. Sedangkan total radiasi tahunan mencapai 1.780 kwh/m2 per tahun, atau setara 77% radiasi tahunan di Mesir—negara dengan petensi energi surya terbesar di dunia.
Tim pengkaji, kata Dwinanto, tidak merekomendasikan menggunakan diesel untuk irigasi jangka panjang karena tidak ramah lingungan dan biayanya mahal. Pompa diesel mesti segera digantikan dengan tenaga surya.
Seperti di Krincing dan Kaliwungu Lor, saat kemarau datang, memang tak ada air di sawah tadah hujan. Mereka bergantung mesin diesel, untuk menarik air sungai terdekat. Mereka membuat bendungkan, sebab sungai pun surut saat kemarau.
Setelah mempelajari hasil riset, Dwinanto segera mengoreksi program irigasi gratis di Krandegan. Program irigasi menggunakan pompa diesel itu sudah berjalan delapan tahun, sejak ia menjadi kepala desa pada 2013.
Saat itu, Dwinanto menggalang donasi untuk membeli 8 mesin pompa air diesel. Mesin tersebar di sungai Dulang dan Jali, serta sumur bor, untuk mengairi 70 hektare.
Operasional pun dibiayai dengan donasi—sebab dana desa tidak boleh digunakan untuk membeli minyak. Namun, karena biaya operasional terus membengkak, program ini nampaknya tidak berlangsung lama.
“Program irigasi gratis ini berjalan dengan baik, dari satu kali tanam menjadi tiga kali dalam setahun. Kami tidak kekurangan air. Namun, ini tidak memungkinkan terus berlanjut karena operasional begitu besar,” kata alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Solo itu.
Dwinanto merinci, dalam setahun, operasional irigasi diesel Rp 280 juta. Rp 200 juta di antaranya ludes untuk minyak, sisanya untuk pelumas dan perawatan. Satu hektare membutuhkan kira-kira Rp 1,4 juta per musim tanam.